Keberhasilan BBAP Takalar bersama ACIAR dalam mengembangkan budidaya nila di tambak daerah Provinsi Sulawesi Selatan membuahkan hasil. Para petambak berhasil diyakinkan bahwa komoditas nila yang sebelumnya biasa dibudidayakan di air tawar ternyata bisa dibudidayakan tumbuh dan bisa berkembang dengan baik di air payau, baik secara tradisional maupun semi intensif sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh tim lapangan BBAP Takalar yang dikomandoi oleh Bapk Nana S S Udi Putra. Keuntungan yang diperoleh para pembudidaya tradisional bisa mencapai lebih dari 8 juta dalam waktu 4 bulan masa pememliharaan, padahal hanya menebar ikan sebanyak 5000 ekor dalam 0,5 ha lahan. Bapak Sugeng Raharjo menjelaskan bahwa budidaya nila dengan metode tradisional sangat cocok untuk para pembudidaya skala kecil yang paling banyak terkena lesunya budidaya udang akibat penyakit.
Dari keberhasilan-keberhasilan yang dicapai dalam membudidayakan nila di tambak membuat banyak pembudidaya di Kabupaten Maros dan Pangkep teretarik untuk mengembangkan dan membudidayakan nila di tambak. Saat ini pembudidaya nila yang ada di bawah binaan BBAP Takalar sudah mencapai 60 orang, semuanya tersebar di Kabupaten Maros dam Pangkep. Ini merupakan jumlah yang sangat luar biasa dalam 2 tahun kegiatan berjalan. Ini membuktikan bahwa masyarakat haus dan ingin sekali mengalami perubahan dari kondisi-kondisi yang sedang dialaminya. Pada pembinaan budidaya nila ini menekankan pada kegiatan budidaya secara tradisional. Ini berkaitan dengan kondisi masyarakat pembudidaya yang terlibat karena umumnya adalah para pembudidaya sekala kecil dengan modal yang terbatas. Dengan cara-cara , ini pembudidaya pada langkah selanjutnya bisa berjalan tanpa harus mendapatkan bigmbingan dan sekaligus dukungan pembiayaan yang besar.
Respon masyarakat yang besar terhadap komoditas ikan nila di Sulawesi Selatan membuat peluang Daerah Sulawesi Selatan menjadi penghasil komoditas nila yang potensial di luar Jawa. Kalkulasi ini bisa terrealisir karena luas tambak di Sulawesi Selatan mencapai 105 ribu ha. Kalau saja tambak yang bisa dimanfaatkan sebesar 30% saja (30 ribu ha) maka luasan tersebut bisa menghasilkan minimal 18000 ton ikan nila pertahun. Ini dihitung berdasarkan produksi minimal pada pola tradisional sebanyak 600 kg/ha/siklus/th. Besarnya prosuksi ini akan diikuti oleh munculnya usaha lain yang bisa lebih berdampak besar pada perekonomian masyarakat Sulawesi Selatan secara keseluruhan. Dengan demikian di masa yang akan datang Sulawesi Selatan akan bisa menjadi produsen ikan nila payau terbesar di Indonesia [pn/7/2012].
Posting Komentar