Lawi-lawi segar, Palluce'la, ikan bakar, cumi dan sambal, menu makan-malam spesial khas Sulawesi Selatan |
TAKALAR.
Hari hampir larut malam siap-siap
untuk kembali ke Galesong, karena jarak cukup jauk yakni kurang lebih 50 km dari Laikang. Namun tidak disangka tuan rumah, Keluarga
Dg Roa di Laikang menahan saya
untuk terlebih dahulu mencicipi hidangan
makan malam yang telah disediakannya secara khusus. Saya dan teman pun terpakasa untuk mengikuti
permintaan tuan rumah yang telah bersusah payah menyediakan makanan tersebut, yang ternyata
mereka sengaja menyediakan makanan itu spesial untuk kami.
Hidangan itu nampaknya tidak lah
istimewa, sama seperti hidangan-hidangan biasanya yang banyak dijumpai di pesisir
pantai seperti bakar ikan, kuah cumi dan rebus rajungan plus sambal serta Palu
ce’la. Akan tetapi ada yang baru dari
hidangan itu yakni lalapan “salad” lawi-lawi.
Kami sendiri sering makan jenis rumput laut ini namun langsung dari laut. Namun saat ini disajikan dengan sambal da
Pallu Ce’la makanan khas Sulawesi Selatan.
Hidangan malam yang biasa namun ternyata bercita rasa luar biasa,
sungguh menjadi sangat istimewa ketika makan malam di pinggir pantai namun
menyajikan lalapan Lawi- lawi yang dipadukan dengan Pallu ce’la. Nikmatnya sungguh luar biasa, rasa lapar
memang ada namun adanya hidangan lawi-lawi dan temannya membuat makan malam itu
benar-benar beda menjadi terasa sangat stimewa dan maknyos full.
Lawi-lawi bagi masyarakat Sulawesi
Selatan adalah makanan harian terutama masyarakat pesisir pantai. Lawi-lawi
merupakan alga hijau (rumput laut) yang lebih dikenal dengan anggur laut (sea
grapes) dengan nama latin Caulerpa
sp. Tumbuhan laut ini banyak terdapat di laut tenang yang umumnya tumbuh
dan menempel pada karang, lumpur dan pasir.
Tumbuhan laut ini ternyata menjadi makanan penting di Jepang terutama
di Provinsi Okinawa. Karena lawi-lawi yang mereka kenal dengan “umi budo”
dipadukan dengan makanan khas jepang lainnya. Karena kebutuhannya yang besar
pihak Jepang mengimpornya dari Philipina dan Vietnam.
Di Indonesia sendiri rumput lawi-lawi
banyak tumbuh dan tersebar di seluruh kawasan pesisir nusantara. Di Indonesia namanya berbeda-beda seperti di Jawa dikenal dengan Latoh dan di Sulawesi di kenal dengan Lawi-lawi. Kegiatan budidaya masal jenis rumput laut
lawi-lawi ini pertama kali dilakukan di Desa Laikanng Kecamatan Mangarabombang
Kabupaten Takalar-Sulawesi Selatan, merupakan kegiatan budidaya masal pertama
di Indonesia. Sedangkan di Asia Tenggara
adalah yang ke tiga setelah Philiphin dan Vietnam.
Lawi-lawi, nasi dan sambal, menu makan malam spesial |
Laikang adalah nama Desa dan sekaligus Nama
Teluk. Di teluk itulah banyak terdapat lawi-lawi tumbuh alami, namun kondisinya
kerdil karena kondisi lingkungan dan pengambilan yang terlalu sering. Karena
peminatnya mulai banyak hasil alam tidak bisa memenuhi permintaan pasar. Atas bantuan dan bimbingan Balai Budidaya Air
Payau (BBAP) Takalar yang bekerja sama dengan Australian Centre for
International Aquaculture Research (ACIAR) masyarakat Desa Laikang berhasil
melakukan budidaya rumput lawi-lawi dengan
hasil yang luar biasa dan keuntungan yang sangat tingi, sehingga kondisi ini
sudah bisa dirasakan oleh masyarakat Desa Laikang saat ini. Lawi-lawi selain
mampu menghasilkan rasa yang luar biasa namun juga bisa memberikan keuntungan
ekonomi yang besar bagi masayarakat Laikang, dan tidak mustahil budidaya rumput
lawi-lawi ini bisa menjadi salah satu mata pencaharian utama selain budiaya
rumput laut Euchema cotonii (Kappaphycus alvarezi) yang saat ini
sudah berkembang. Parrigi Dg Bela Ketua
Kelompok Budidaya Lawi-lawi dan Rajungan di Laikang mengatakan bahwa kedatangan
Pak Nana dan rekan-rekan dari BBAP Takalar telah mengubah hidup kami menjadi
lebih baik setelah melakukan budidaya Lawi-lawi ini. (pn 2012).
+ komentar + 1 komentar
nyamanna, adakah sampelnya minimal untuk dicoba selama seminggu. yang anugra = anu gratis, wwkwkwkw
Posting Komentar