TAKALAR. Permintaan ekspor rajungan (Portunus pelagicus) kian naik dari tahun ke tahun. Sayang, ketersediaan kepiting laut ini justru semakin menyusut. Sebab selama ini pemenuhan permintaan rajungan lebih banyak mengandalkan hasil tangkapan alam.
Fenomena tersebut antara lain bisa dilihat di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Menurut survei dari Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Takalar, wilayah peraiaran selatan Kecamatan Galesong memperlihatkan penurunan rata-rata 10,35 kg hasil tangkapan berukuran lebih besar dari 125 gram, menjadi 6,95 kg dengan kisaran ukuran 80 - 125 gram dalam ukuran 4 - 5 tahun terakhir.
Berangkat dari sini, maka BBAP Takalar yang merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis, (UPT) dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, berupaya mengembangkan pembenihan dan budidaya Rajungan. Kepala BBAP Takalar Sugeng Raharjo, A.Pi mengatakan, usaha budidaya rajungan mulai dari pembenihan hingga pembesaran ini bertujuan untuk menghasilkan teknologi budidaya yang efektif, efisien dan mudah diadopsi oleh masyarakat.
Keberhasilan pengembangan teknologi ini diharapkan bisa memberi alternatif mata pencaharian bagi masyarakat. Dengan demikian akan ada penurunan prosentase tingkat masyarakat miskin dan ujung-ujungnya bisa memberikan konstribusi pada PAD serta peningkatan nilai ekspor non migas. Lebih dari itu juga diharapkan bisa menyediakan sumber bahan baku rajungan.
Upaya pengembangan teknologi budidaya rajungan ini telah dirintis oleh Balai Budidaya Air Payau Takalar sejak tahun 2004 dan telah menunjukkan kemajuan yang cukup signifikan. Hal in dapat dibuktikan dari tingkat kelangsungan hidup larva rata-rata mencapai 30 – 45 % hingga ukuran crablet 10. Untuk memperoleh hasil tersebut di gunakan induk yang dipelihara dalam bak dan dilengkapi dengan substrat pasir yang bersekat dengan ukuran 60 x 60 x 60 cm. hal ini guna mengantisipasi sifat kanibalisme (saling memakan) dengan kepadatan 1 ekor/sekat. Fungsinya untuk mengantisipasi sifat kanibalisme (saling memakan).
Penanggung jawab divisi Rajungan, BBAP Takalar, Eddy Nurcahyo menyebutkan asumsi biaya produksi rajungan per siklus Rp. 4.700.000. Dengan perkiraan hasil penjualan pada harga rata-rata Rp. 250 – Rp. 300 per individu, maka akan diperoleh keuntungan Rp.2.770.000 per siklus produksi yang berlangsung kurang lebih satu bulan."Analisa usaha budidaya rajungan ini cukup menguntungkan," kata Eddy.
Ditambahkan Eddy, sebaran benih rajungan yang telah dihasilkan oleh BBAP Takalar sampai dengan 2009 ini telah didistribusikan ke berbagai wilayah. Antara lain Jawa Timur dan beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan seperti Takalar, Barru, Maros, Surabaya. untuk mekanisme pembelian benih bisa langsung mxenghubungi balai.
Dan sebagai upaya aplikasi teknologi telah dilaksanakan kegiatam diseminasi budidaya kepada masyarakat di beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan yaitu Barru, Maros, dan Takalar.
Sumber : http://www.perikanan-budidaya.dkp.go.id
Posting Komentar